Pages
Jumat, 23 Desember 2011
Minggu, 18 Desember 2011
SKL UN SMA 2012 dan Prediksi UN SMA 2012
Silahkan download Prediksi SOAL UN SMA dan SKL UN 2012
Prediksi UN SMA 2012
Prediksi UN SMA 2012
- Prediksi Soal UN SMA Bahasa Inggris
- Prediksi Soal UN SMA Bahasa Indonesia
- Prediksi Soal UN SMA Matematika IPA
- Prediksi Soal UN SMA Matematika IPS
- Prediksi Soal UN SMA Sosiologi
- Prediksi Soal UN SMA Ekonomi
- Prediksi Soal UN SMA Geografi
- Prediksi Soal UN SMA Fisika
- Prediksi Soal UN SMA Kimia
- Prediksi Soal UN SMA Biologi
Bagaimana? Lebih mudah kan?! Jika ada kesulitan dalam mendownload prediksi UN SMA 2012 ini, silakan tulis komentar di bawah ini. Oh ya, jangan lupa download juga Prediksi UN SMP 2012 hanya di blog ini.
Jumat, 16 Desember 2011
REMIDI UAS MATEMATIKA KELAS XI ICP
NAMA SISWA KELAS XI ICP YANG REMIDI
TUGAS REMIDI KELAS XI ICP
Tugas Dikumpulkan Paling lambat hari Selasa, 20 Desember 2011, Pukul 13.00 Di Guru Mata Pelajaran. Bagi Siswa yang belum mengumpulkan tugas nilai yang keluar akan tetap.
No | Nama |
1 | Alfiatul Karimah |
2 | Anggita Ratih Irianti |
3 | Angrayni Dasih |
4 | Eka Wulandari |
5 | Farida Putri Suryani |
6 | Muhammad Yusuf Noor A |
7 | Nilna Maulida Asnabila |
8 | Restu Rudita Pertiwi |
TUGAS REMIDI KELAS XI ICP
- Carilah Artikel Matematika yang berhubungan dengan materi Statistik, Peluang, Trigonometri dan Lingkaran. (Pilih Salah Satu) dari internet, majalah dll
- Buatlah Minimal 10 Pertanyaan dan Beri jawabannya.
- Buatlah Makalah dari artikel tersebut dengan sistematika :
- a. Covel (Judul, Logo SMA Tunas Luhur, Nama pembuat artikel, Kelas dan bawah Sendiri Alamat SMA Tunas Luhur dan Tahun Pembuatan)
- b. Isi Artikel (Download Dari Internet)
- c. Minimal 10 Soal dan Jawabannya.
- d. Kesimpulan dari Anda.
Tugas Dikumpulkan Paling lambat hari Selasa, 20 Desember 2011, Pukul 13.00 Di Guru Mata Pelajaran. Bagi Siswa yang belum mengumpulkan tugas nilai yang keluar akan tetap.
REMIDI UAS MATEMATIKA KELAS XI IPS
XI IPS yang Remidi:
SOAL REMIDI UAS MAT XI IPS
Tugas Dikumpulkan Paling lambat hari Selasa, 20 Desember 2011, Pukul 13.00 Di Guru Mata Pelajaran. Bagi Siswa yang belum mengumpulkan tugas nilai yang keluar akan tetap.
No | Nama |
1 | Andi Kurniawan |
2 | Ari Yuli Anggara |
3 | Dea Cheisa Rosita |
4 | Dina Hardiyanti |
5 | Dini Fatma Maulaya |
6 | Harfan Hidayat |
7 | Idris Afandi |
8 | Jamilatul Munawarah |
9 | Muh. Dewantoro |
10 | Nunung Krisdiana W |
11 | Rendra Dzulqarnain |
SOAL REMIDI UAS MAT XI IPS
- Carilah Artikel Matematika yang berhubungan dengan materi . (Pilih Salah Satu) dari internet, majalah dll
- Buatlah Minimal 10 Pertanyaan dan Beri jawabannya.
- Buatlah Makalah dari artikel tersebut dengan sistematika :
- Covel (Judul, Logo SMA Tunas Luhur, Nama pembuat artikel, Kelas dan bawah Sendiri Alamat SMA Tunas Luhur dan Tahun Pembuatan)
- Isi Artikel (Download Dari Internet)
- Minimal 10 Soal dan Jawabannya.
- Kesimpulan dari Anda.
Tugas Dikumpulkan Paling lambat hari Selasa, 20 Desember 2011, Pukul 13.00 Di Guru Mata Pelajaran. Bagi Siswa yang belum mengumpulkan tugas nilai yang keluar akan tetap.
REMIDI UAS MATEMATIKA KELAS XII IPA
NAMA SISWA YANG REMIDI KELAS XII IPA
1 | Akbarina Sabila |
2 | Aria Setia W. |
3 | Artha Sabila |
4 | Billy Citra Permadi |
5 | Deny Agustian Nurdianto |
6 | Derin Septi nuraini |
7 | Diariky S. P |
8 | Favian Ferris Shohah |
9 | M. Fahrus S.A. M |
10 | M. Ilyas Fanani |
11 | Moch. Istiqlalul F |
12 | Muhammad Yusuf Abdullah |
13 | Nabila Nurul M |
14 | Neta Dwi Aprillia |
15 | Novi Sufiyantoro |
16 | Nur Rosyidah Hani |
17 | Oki Bayu Setiawan |
18 | Rahmah Rizqy Amanda |
19 | Ruqoyyah Rizqi A. I |
20 | Tomy Hidayat |
SOAL 1.
- Carilah Artikel Matematika yang berhubungan dengan materi Integral, Program Linier, Matrik, dan Vektor. (Pilih Salah Satu) dari internet, majalah dll.
- Buatlah Minimal 10 Pertanyaan dan Beri jawabannya.
- Buatlah Makalah dari artikel tersebut dengan sistematika :
- Covel (Judul, Logo SMA Tunas Luhur, Nama pembuat artikel, Kelas dan bawah Sendiri Alamat SMA Tunas Luhur dan Tahun Pembuatan)
- Isi Artikel (Download Dari Internet)
- Minimal 10 Soal dan Jawabannya.
- Kesimpulan dari Anda.
- Minimal 10 Lembar dari awal hingga akhir
- Artikel yang sama nilainyaTetap.
SOAL 2. Kerjakan 8 Soal ini, Silahkan Download Disini.
Semua Tugas Dikumpulkan Paling lambat hari Selasa, 20 Desember 2011, Pukul 13.00 Di Guru Mata Pelajaran. Bagi Siswa yang belum mengumpulkan tugas nilai yang keluar akan tetap.
Senin, 05 Desember 2011
Nasib Pendidikan Nonformal-Informal
Dalam UU No. 2/1989 tentang Sisdiknas yang lama, jalur pendidikan terdiri dari 2 jalur, jalur sekolah dan luar sekolah. Jalur sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan bersinambungan. Sedangkan jalur luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah, tanpa harus berjenjang dan berkelanjutan.
Paska reformasi, lahirlah UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, yang merupakan pengganti bagi UU No. 2/1989. Terjadi sedikit perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur, menjadi 3 jalur: Formal, Nonformal, dan Informal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Berdasarkan UU Sisdiknas yang baru tersebut, pendidikan nonformal di Indonesia diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan, yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Selain itu berfungsi juga dalam mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Hal ini lalu seringkali diterjemahkan sebagai sekolah bagi warga miskin yang tak mampu mengakses sekolah formal, sehingga warga belajar PNF seringkali adalah anak-anak usia sekolah.
Berbeda dengan UU Sisdiknas lama, yang dengan jelas menyebut pendidikan nonformal tidak harus terstruktur dan berjenjang, dan juga tidak menyebut kesetaraan dengan pendidikan formal. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.
Sedangkan pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dalam UU Sisdiknas yang lama, pendidikan informal termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah.
Implementasi Pendidikan Nonformal/Informal
Dalam implementasinya, sistem pendidikan nonformal dan informal disatukan dalam satu Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) di bawah Kementrian Pendidikan Nasional. Direktorat ini memiliki visi Terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat, dan dijabarkan dalam 7 misi utama:
1. Program pendidikan anak usia dini (PAUD) bermutu yang mampu "melejitkan" kecerdasan anak, membentuk kesiapan belajar lebih lanjut, serta melaksanakan pelayanan dengan jangkauan sasaran yang semakin meluas, merata, dan berkeadilan.
2. Program pendidikan keaksaraan bermutu yang mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan pada semua tingkatan (dasar, fungsional, dan lanjutan) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk, dan ikut serta dalam mendukung perbaikan peringkat IPM.
3. Program pendidikan kesetaraan bermutu dan relevan yang mampu meningkatkan kecakapan hidup, termasuk kesiapan kerja, produktivitas dan kemandirian peserta didik, serta dalam rangka mendukung keberhasilan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan perluasan akses pendidikan menengah nonformal.
4. Kelembagaan kursus dan kursus para-profesi yang berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup (PKH) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta pelayanan yang semakin meluas, adil dan merata, khususnya bagi penduduk miskin dan penganggur terdidik, dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional.
5. Terwujud pendidikan yang berkeadilan gender melalui peningkatan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pendidikan serta mendukung upaya pencegahan diskriminasi, traficking, dan tindak kekerasan sebagai wujud perlindungan HAM.
6. Masyarakat pembelajar sepanjang hayat melalui peningkatan budaya baca serta penyediaan bahan-bahan bacaan yang berguna baik bagi aksarawan baru maupun anggota masyarakat lainnya agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan bagi peningkatan produktivitas mereka.
7. Terwujud peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana dan prasarana yang memadai, serta ketenagaan yang profesional, dan satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi agar mampu menjangkau sasaran yang semakin luas, adil dan merata serta dapat memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang terus berkembang.
Pendidikan nonformal sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, juga dikutip kembali dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Pendidikan nonformal juga terikat oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
Selain itu sistem pendidikan nonformal kita juga harus mengikuti aturan akreditasi, dengan adanya Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF) yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (Pasal 1 ayat 25).
Berdasarkan aturan di atas, pendidikan nonformal di Indonesia, yang dalam istilah lainnya disebut Non-Formal Education (NFE), harus mengikuti standarisasi dan pemformalan sistem, baik dalam isi, proses, maupun hasil. Tak heran jika kemudian KTSP dan Ujian Nasional juga diberlakukan bagi pendidikan nonformal, meski dalam UU hanya menyebut dapat dihargai sama dengan pendidikan formal jika mengikuti ujian tertentu.
Interpretasi UU itu menyiratkan bahwa pemegang ijazah Paket A, B, dan C seharusnya tidak harus setara dengan lulusan SD, SMP, dan SMA. Tetapi jika warga belajarnya ingin setara dengan jalur formal, maka mereka diwajibkan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan. Terasa sebagai sebuah pilihan bagi warga belajarnya, tetapi dalam prakteknya seolah menjadi kewajiban bahwa lulusan Paket A, B, dan C, HARUS setara dengan SD, SMP, dan SMA.
Tetapi dalam Permendiknas RI Nomor 15 Tahun 2008 tentang Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan, Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan yang selanjutnya disebut UNPK adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik program Paket A, Paket B, dan Paket C yang dilakukan oleh Pemerintah. Satuan pendidikan nonformal kesetaraan adalah penyelenggara pendidikan kesetaraan, mencakup Kelompok Belajar, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan satuan pendidikan sejenis lainnya.
Mata pelajaran yang diujikan dalam UNPK Paket A meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Matematika, (3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), (4) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan (5) Pendidikan Kewarganegaraan. Lalu ujian nasional Paket B yang meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), (5) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan (6) Pendidikan Kewarganegaraan.
Mata ujian untuk Paket C-IPS yang setara dengan SMA-IPS meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Ekonomi, (5) Geografi, (6) Sosiologi, dan (7) Pendidikan Kewarganegaraan/Tata Negara. Untuk Paket C-IPA yang meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Biologi, (5) Fisika, (6) Kimia, dan (7) Pendidikan Kewarganegaraan.
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik Program Paket A, Paket B, dan Paket C adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan;
* memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan formal atau nonformal mulai semester I tahun pertama hingga semester I tahun terakhir;
* untuk Paket B dan Paket C memiliki ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah dengan minimum usia ijazah 3 tahun atau usia ijazah minimum 2 tahun bagi peserta UNPK yang berusia 25 tahun atau lebih.
* Khusus untuk peserta UNPK Program Paket C yang berasal dari Kulliyatul/Tarbiyatul Mu’allimin memiliki dokumen yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan program pendidikan selama tiga tahun di satuan pendidikan tersebut.
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik yang pindah jalur dari pendidikan formal ke pendidikan nonformal kesetaraan adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan;
* memiliki kartu tanda peserta ujian nasional pendidikan formal dan surat keterangan tidak lulus atau telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran di pendidikan formal;
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik yang belajar secara mandiri adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan atau pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat;
* memiliki ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah dengan minimum usia ijazah 3 tahun.
* pengecualian terhadap ayat (4) huruf b dapat diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan kemampuan istimewa yang dibuktikan dengan kemampuan akademik dari pendidik dan IQ 130 ke atas yang dinyatakan oleh lembaga yang disetujui BSNP.
Memperhatikan peraturan ini, maka tak aneh pula jika keberadaan Pendidikan Nonformal, terutama program kesetaraan, semakin terdesak oleh paradigma pendidikan formal yang serba akademik. Visi tentang pendidikan nonformal sebagai pendidikan sepanjang hayat, dan mengembangkan potensi dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, mendadak lenyap. Ini didorong juga oleh rekrutmen tutor pendidikan kesetaraan yang banyak diambil dari guru sekolah formal.
Lingkaran setan ini harus bisa diakhiri, paling tidak dimulai dengan kaji uang penerapan PNFI di Indonesia, lalu mengajukan perubahan kebijakan yang simpang siur. Lembaga P2PNFI sebagai Pusat Pengembangan PNFI, yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan teknis di bidang pendidikan nonformal dan informal di wilayah kerjanya dapat secara aktif membuat kajian dan mengadvokasikan perubahan mendasar, secara bertahap. Isu bahwa program kesetaraan akan diambil alih oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, mungkin bisa menjadi awal bagi PNFI untuk menemukan kembali jati dirinya.
Paska reformasi, lahirlah UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, yang merupakan pengganti bagi UU No. 2/1989. Terjadi sedikit perubahan jalur pendidikan dari 2 jalur, menjadi 3 jalur: Formal, Nonformal, dan Informal. Jalur pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Sedangkan pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Berdasarkan UU Sisdiknas yang baru tersebut, pendidikan nonformal di Indonesia diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan, yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat. Selain itu berfungsi juga dalam mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Hal ini lalu seringkali diterjemahkan sebagai sekolah bagi warga miskin yang tak mampu mengakses sekolah formal, sehingga warga belajar PNF seringkali adalah anak-anak usia sekolah.
Berbeda dengan UU Sisdiknas lama, yang dengan jelas menyebut pendidikan nonformal tidak harus terstruktur dan berjenjang, dan juga tidak menyebut kesetaraan dengan pendidikan formal. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standard nasional pendidikan.
Sedangkan pendidikan informal adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, yang hasilnya diakui sama dengan pendidikan formal dan non formal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan. Dalam UU Sisdiknas yang lama, pendidikan informal termasuk dalam jalur pendidikan luar sekolah.
Implementasi Pendidikan Nonformal/Informal
Dalam implementasinya, sistem pendidikan nonformal dan informal disatukan dalam satu Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (PNFI) di bawah Kementrian Pendidikan Nasional. Direktorat ini memiliki visi Terwujudnya manusia Indonesia pembelajar sepanjang hayat, dan dijabarkan dalam 7 misi utama:
1. Program pendidikan anak usia dini (PAUD) bermutu yang mampu "melejitkan" kecerdasan anak, membentuk kesiapan belajar lebih lanjut, serta melaksanakan pelayanan dengan jangkauan sasaran yang semakin meluas, merata, dan berkeadilan.
2. Program pendidikan keaksaraan bermutu yang mampu meningkatkan kompetensi keaksaraan pada semua tingkatan (dasar, fungsional, dan lanjutan) bagi penduduk buta aksara dewasa secara meluas, adil dan merata untuk mendorong perbaikan kesejahteraan dan produktivitas penduduk, dan ikut serta dalam mendukung perbaikan peringkat IPM.
3. Program pendidikan kesetaraan bermutu dan relevan yang mampu meningkatkan kecakapan hidup, termasuk kesiapan kerja, produktivitas dan kemandirian peserta didik, serta dalam rangka mendukung keberhasilan penuntasan Wajar Dikdas 9 Tahun dan perluasan akses pendidikan menengah nonformal.
4. Kelembagaan kursus dan kursus para-profesi yang berorientasi pada peningkatan kecakapan hidup (PKH) yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan masyarakat serta pelayanan yang semakin meluas, adil dan merata, khususnya bagi penduduk miskin dan penganggur terdidik, dapat bekerja dan/atau berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional.
5. Terwujud pendidikan yang berkeadilan gender melalui peningkatan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam akses, partisipasi, kontrol, dan manfaat pendidikan serta mendukung upaya pencegahan diskriminasi, traficking, dan tindak kekerasan sebagai wujud perlindungan HAM.
6. Masyarakat pembelajar sepanjang hayat melalui peningkatan budaya baca serta penyediaan bahan-bahan bacaan yang berguna baik bagi aksarawan baru maupun anggota masyarakat lainnya agar memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang relevan bagi peningkatan produktivitas mereka.
7. Terwujud peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana dan prasarana yang memadai, serta ketenagaan yang profesional, dan satuan pendidikan nonformal yang terakreditasi agar mampu menjangkau sasaran yang semakin luas, adil dan merata serta dapat memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang terus berkembang.
Pendidikan nonformal sebagai jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, juga dikutip kembali dalam PP No. 19/2005 tentang Standar Pendidikan Nasional. Pendidikan nonformal juga terikat oleh Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) dalam bentuk supervisi, bimbingan, arahan, saran, dan bantuan teknis kepada satuan pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan nonformal, dalam berbagai upaya penjaminan mutu satuan pendidikan untuk mencapai standar nasional pendidikan.
Selain itu sistem pendidikan nonformal kita juga harus mengikuti aturan akreditasi, dengan adanya Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF) yang menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan jalur pendidikan nonformal dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (Pasal 1 ayat 25).
Berdasarkan aturan di atas, pendidikan nonformal di Indonesia, yang dalam istilah lainnya disebut Non-Formal Education (NFE), harus mengikuti standarisasi dan pemformalan sistem, baik dalam isi, proses, maupun hasil. Tak heran jika kemudian KTSP dan Ujian Nasional juga diberlakukan bagi pendidikan nonformal, meski dalam UU hanya menyebut dapat dihargai sama dengan pendidikan formal jika mengikuti ujian tertentu.
Interpretasi UU itu menyiratkan bahwa pemegang ijazah Paket A, B, dan C seharusnya tidak harus setara dengan lulusan SD, SMP, dan SMA. Tetapi jika warga belajarnya ingin setara dengan jalur formal, maka mereka diwajibkan mengikuti ujian nasional pendidikan kesetaraan. Terasa sebagai sebuah pilihan bagi warga belajarnya, tetapi dalam prakteknya seolah menjadi kewajiban bahwa lulusan Paket A, B, dan C, HARUS setara dengan SD, SMP, dan SMA.
Tetapi dalam Permendiknas RI Nomor 15 Tahun 2008 tentang Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan, Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan yang selanjutnya disebut UNPK adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik program Paket A, Paket B, dan Paket C yang dilakukan oleh Pemerintah. Satuan pendidikan nonformal kesetaraan adalah penyelenggara pendidikan kesetaraan, mencakup Kelompok Belajar, Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), dan satuan pendidikan sejenis lainnya.
Mata pelajaran yang diujikan dalam UNPK Paket A meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Matematika, (3) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), (4) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan (5) Pendidikan Kewarganegaraan. Lalu ujian nasional Paket B yang meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), (5) Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan (6) Pendidikan Kewarganegaraan.
Mata ujian untuk Paket C-IPS yang setara dengan SMA-IPS meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Ekonomi, (5) Geografi, (6) Sosiologi, dan (7) Pendidikan Kewarganegaraan/Tata Negara. Untuk Paket C-IPA yang meliputi (1) Bahasa Indonesia, (2) Bahasa Inggris, (3) Matematika, (4) Biologi, (5) Fisika, (6) Kimia, dan (7) Pendidikan Kewarganegaraan.
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik Program Paket A, Paket B, dan Paket C adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan;
* memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada satuan pendidikan formal atau nonformal mulai semester I tahun pertama hingga semester I tahun terakhir;
* untuk Paket B dan Paket C memiliki ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah dengan minimum usia ijazah 3 tahun atau usia ijazah minimum 2 tahun bagi peserta UNPK yang berusia 25 tahun atau lebih.
* Khusus untuk peserta UNPK Program Paket C yang berasal dari Kulliyatul/Tarbiyatul Mu’allimin memiliki dokumen yang membuktikan bahwa yang bersangkutan telah menyelesaikan program pendidikan selama tiga tahun di satuan pendidikan tersebut.
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik yang pindah jalur dari pendidikan formal ke pendidikan nonformal kesetaraan adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan;
* memiliki kartu tanda peserta ujian nasional pendidikan formal dan surat keterangan tidak lulus atau telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran di pendidikan formal;
Persyaratan peserta UNPK bagi peserta didik yang belajar secara mandiri adalah:
* terdaftar pada satuan pendidikan nonformal kesetaraan atau pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota setempat;
* memiliki ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah dengan minimum usia ijazah 3 tahun.
* pengecualian terhadap ayat (4) huruf b dapat diberikan kepada peserta didik yang menunjukkan kemampuan istimewa yang dibuktikan dengan kemampuan akademik dari pendidik dan IQ 130 ke atas yang dinyatakan oleh lembaga yang disetujui BSNP.
Memperhatikan peraturan ini, maka tak aneh pula jika keberadaan Pendidikan Nonformal, terutama program kesetaraan, semakin terdesak oleh paradigma pendidikan formal yang serba akademik. Visi tentang pendidikan nonformal sebagai pendidikan sepanjang hayat, dan mengembangkan potensi dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional, mendadak lenyap. Ini didorong juga oleh rekrutmen tutor pendidikan kesetaraan yang banyak diambil dari guru sekolah formal.
Lingkaran setan ini harus bisa diakhiri, paling tidak dimulai dengan kaji uang penerapan PNFI di Indonesia, lalu mengajukan perubahan kebijakan yang simpang siur. Lembaga P2PNFI sebagai Pusat Pengembangan PNFI, yang salah satu fungsinya adalah merumuskan kebijakan teknis di bidang pendidikan nonformal dan informal di wilayah kerjanya dapat secara aktif membuat kajian dan mengadvokasikan perubahan mendasar, secara bertahap. Isu bahwa program kesetaraan akan diambil alih oleh Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah, mungkin bisa menjadi awal bagi PNFI untuk menemukan kembali jati dirinya.
Selamat Datang Kurikulum 2015
Perubahan kurikulum pendidikan nasional? Bukan. Judul proyeknya adalah Penataan Ulang Kurikulum. Kurikulum baru ini diharapkan mulai diterapkan secara nasional mulai tahun 2015. Jadi, Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) yang selama ini berlaku, akan ditata ulang. Mungkin karena dianggap masih berantakan.
Landasan Kebijakan Penataan Ulang Kurikulum
* RPJMN 2010-2014; Enam substansi inti program aksi bidang pendidikan yang harus dicapai pemerintah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Keenam substansi ini meliputi 1) Akses Pendidikan Dasar dan Menengah yang harus meningkat, 2) Akses Pendidikan Tinggi yang juga harus meningkat, 3) Penerapan metodologi pendidikan yang menyeluruh (holistik), 4) Peningkatan pemeran kunci dalam Pengelolaan pendidikan dan kependidikan, serta 5) penataan ulang kurikulum yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah, dan 6) Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan.
* Peraturan lain yang terkait; UU No. 8/2005 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 3/2005 tentang Perubahan atas UU. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pembagian wewenang dan sektornya). Kepala Dinas Provinsi dan Kab/Kota seharusnya menjalankan fungsinya secara optimal untuk mengarahkan kurikulum sesuai kebutuhan di tingkat lokal.
* Renstra Kemendiknas 2010-2014; Penerapan metodologi pendidikan Akhlak Mulia dan Karakter Bangsa, dan Pengembangan metodologi pendidikan yang membangun manusia berjiwa Kreatif, Inovatif, dan Sportif, dan Wirausaha. Ini adalah gagasan yang dilandasi oleh Instruksi Presiden, yang juga sudah diluncurkan panduannya.
Alur Pikir Penataan Kurikulum
Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, penataan kurikulum maunya mencakup tiga hal,
(1) Penguatan Pelaksanaan KTSP; Diharapkan memperkuat metodologi pembelajaran yang mengaktifkan dan mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan, pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan ekonomi kreatif. Pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif, artinya ke depan kurikulum kita akan menghasilkan lulusan pendidikan menengah yang cakap untuk mandiri, mengembangkan usaha sendiri tanpa tergantung pada dunia industri. Pendidikan budaya dan karakter bangsa, diharapkan manusia Indonesia kembali berbudi pekerti yang luhur, berbudaya, dan memiliki karakter kebangsaan yang tangguh.
(2) Pengkajian Materi KTSP; Pemetaan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi serta kualifikasi kemampuan lulusan (PAUD, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, SMK, dan PNF). Ruang lingkup materi yang selama ini tercantum dalam Standar Isi dan Standar Kelulusan akan ditinjau kembali, ditata ulang agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
3) Pengelolaan Kurikulum Sekolah; Bahan usulan/masukan yang dapat digunakan untuk menyempurnakan UU Sisdiknas saat ini. Selama ini padahal KTSP sudah berbasis kebutuhan lokal, tetapi karena implementasi Cakupan Materi KTSP tidak tepat, maka yang terjadi masih penyeragaman kurikulum. Ke depan, benar-benar akan ditentukan oleh maisng-masing satuan pendidikan.
Apa yang dimaksud Metode Pendidikan yang Mengaktifkan?
* Proses pembelajaran yang mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara;
* Pembelajaran harus terselenggara secara optimal, sebagai upaya sadar, terencana, dan menciptakan suasana dan proses keaktifan, dan upaya menciptakan kemampuan peserta didik yang holistik;
* Menghindarkan jebakan “menjawab soal” atau teaching to the test, yang hanya mengajarkan cara-cara menjawab soal, bukan pada pemahaman substansi keilmuannya.
Apakah ada yang baru dengan definisi ini? Rasanya tidak. Kalau dibuka dengan teliti,dokumen-dokumen lama yang melandasi pelaksanaan kurikulum kita selama ini sudah menjawab definisi tersebut. Yang ironis justru pelaksanaan UN-lah yang mengkhianati semangat metode belajar aktif, karena telah mendorong sekolah dan siswa ke dalam situasi teaching to the test ala bimbingan belajar. Kalau penataan ulang ini benar-benar bisa meluruskan pendidikan kita dari jebakan ini, Alhamdulillah!
Tinggal kita periksa, bagaimana mekanisme UN di masa mendatang, ketika hasil penataan ulang ini mulai diberlakukan.
Apa saja Yang Berubah pada Struktur Kurikulum?
Paling tidak, telah dilakukan analisis dan telah diidentifikasi kesalahan besar dalam implementasi Kurikulum kita. Dalam implementasi kurikulum kita selama ini, implementasi Ketentuan Standar Nasional Pendidikan dan Ketentuan Kurikulum tercampur menjadi satu, sehingga seolah-olah KTSP kita sama sekali tidak berdasarkan Satuan Pendidikan, melainkan ditentukan oleh pusat. Gambar perbandingan kurikulum sekarang dan yang akan ditata ulang dapat dilihat di gambar ketiga.
Berdasarkan pertimbangan di atas, di masa mendatang harus dilakukan:
* Pemilahan Standar Isi dan Kelulusan (SI/SKL) dari Kurikulum. Ketentuan tentang Standar Nasional Pendidikan dan Kurikulum sebagaimana yang diatur secara terpisah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan masing-masing secara tersendiri.
* Pemilahan ranah kompetensi lulusan yang mencakup kualifikasi kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
* Kurikulum akan diatur menurut jenjangnya, Tingkat Nasional, Tingkat Daerah, dan Tingkat Satuan Pendidikan.
Catatan untuk perubahan ini, terutama pada pemilahan ranah standar kompetensi lulusan, yang dilakukan berdasarkan Standar Isi. Dalam logika Dacum (Developing a Curriculum) yang saya anut, Standar Kompetensi justru yang harus menentukan isi atau materi apa yang harus disampaikan kepada siswa. Artinya, kita harus bisa mendaftarkan kompetensi apa saja yang harus dikuasai siswa kita di masa mendatang, baru kita bisa tentukan materi apa saja yang perlu kita pelajari. Ini penting untuk mengurangi peluang materi yang berlebihan.
Proses penentuan kompetensi ini tentu melibatkan para ahli pendidikan, agar kompetensi dasar yang sangat penting dan perlu diutamakan, dapat diprioritaskan, jangan sampai semua lalu dianggap penting, sehingga siswa lagi yang mendapat beban terlalu besar.
sumber: http://pendidikan-alternatif.blogspot.com/2011/04/selamat-datang-kurikulum-2015.html
Landasan Kebijakan Penataan Ulang Kurikulum
* RPJMN 2010-2014; Enam substansi inti program aksi bidang pendidikan yang harus dicapai pemerintah berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Keenam substansi ini meliputi 1) Akses Pendidikan Dasar dan Menengah yang harus meningkat, 2) Akses Pendidikan Tinggi yang juga harus meningkat, 3) Penerapan metodologi pendidikan yang menyeluruh (holistik), 4) Peningkatan pemeran kunci dalam Pengelolaan pendidikan dan kependidikan, serta 5) penataan ulang kurikulum yang dibagi menjadi kurikulum tingkat nasional, daerah, dan sekolah, dan 6) Peningkatan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan.
* Peraturan lain yang terkait; UU No. 8/2005 tentang Penerapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No. 3/2005 tentang Perubahan atas UU. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pembagian wewenang dan sektornya). Kepala Dinas Provinsi dan Kab/Kota seharusnya menjalankan fungsinya secara optimal untuk mengarahkan kurikulum sesuai kebutuhan di tingkat lokal.
* Renstra Kemendiknas 2010-2014; Penerapan metodologi pendidikan Akhlak Mulia dan Karakter Bangsa, dan Pengembangan metodologi pendidikan yang membangun manusia berjiwa Kreatif, Inovatif, dan Sportif, dan Wirausaha. Ini adalah gagasan yang dilandasi oleh Instruksi Presiden, yang juga sudah diluncurkan panduannya.
Alur Pikir Penataan Kurikulum
Seperti yang bisa Anda lihat pada gambar di atas, penataan kurikulum maunya mencakup tiga hal,
(1) Penguatan Pelaksanaan KTSP; Diharapkan memperkuat metodologi pembelajaran yang mengaktifkan dan mengintegrasikan pendidikan kewirausahaan, pendidikan budaya dan karakter bangsa, dan pendidikan ekonomi kreatif. Pendidikan kewirausahaan dan ekonomi kreatif, artinya ke depan kurikulum kita akan menghasilkan lulusan pendidikan menengah yang cakap untuk mandiri, mengembangkan usaha sendiri tanpa tergantung pada dunia industri. Pendidikan budaya dan karakter bangsa, diharapkan manusia Indonesia kembali berbudi pekerti yang luhur, berbudaya, dan memiliki karakter kebangsaan yang tangguh.
(2) Pengkajian Materi KTSP; Pemetaan ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi serta kualifikasi kemampuan lulusan (PAUD, SD/SDLB, SMP/SMPLB, SMA/SMALB, SMK, dan PNF). Ruang lingkup materi yang selama ini tercantum dalam Standar Isi dan Standar Kelulusan akan ditinjau kembali, ditata ulang agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah.
3) Pengelolaan Kurikulum Sekolah; Bahan usulan/masukan yang dapat digunakan untuk menyempurnakan UU Sisdiknas saat ini. Selama ini padahal KTSP sudah berbasis kebutuhan lokal, tetapi karena implementasi Cakupan Materi KTSP tidak tepat, maka yang terjadi masih penyeragaman kurikulum. Ke depan, benar-benar akan ditentukan oleh maisng-masing satuan pendidikan.
Apa yang dimaksud Metode Pendidikan yang Mengaktifkan?
* Proses pembelajaran yang mendorong peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya, agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, dan negara;
* Pembelajaran harus terselenggara secara optimal, sebagai upaya sadar, terencana, dan menciptakan suasana dan proses keaktifan, dan upaya menciptakan kemampuan peserta didik yang holistik;
* Menghindarkan jebakan “menjawab soal” atau teaching to the test, yang hanya mengajarkan cara-cara menjawab soal, bukan pada pemahaman substansi keilmuannya.
Apakah ada yang baru dengan definisi ini? Rasanya tidak. Kalau dibuka dengan teliti,dokumen-dokumen lama yang melandasi pelaksanaan kurikulum kita selama ini sudah menjawab definisi tersebut. Yang ironis justru pelaksanaan UN-lah yang mengkhianati semangat metode belajar aktif, karena telah mendorong sekolah dan siswa ke dalam situasi teaching to the test ala bimbingan belajar. Kalau penataan ulang ini benar-benar bisa meluruskan pendidikan kita dari jebakan ini, Alhamdulillah!
Tinggal kita periksa, bagaimana mekanisme UN di masa mendatang, ketika hasil penataan ulang ini mulai diberlakukan.
Apa saja Yang Berubah pada Struktur Kurikulum?
Paling tidak, telah dilakukan analisis dan telah diidentifikasi kesalahan besar dalam implementasi Kurikulum kita. Dalam implementasi kurikulum kita selama ini, implementasi Ketentuan Standar Nasional Pendidikan dan Ketentuan Kurikulum tercampur menjadi satu, sehingga seolah-olah KTSP kita sama sekali tidak berdasarkan Satuan Pendidikan, melainkan ditentukan oleh pusat. Gambar perbandingan kurikulum sekarang dan yang akan ditata ulang dapat dilihat di gambar ketiga.
Berdasarkan pertimbangan di atas, di masa mendatang harus dilakukan:
* Pemilahan Standar Isi dan Kelulusan (SI/SKL) dari Kurikulum. Ketentuan tentang Standar Nasional Pendidikan dan Kurikulum sebagaimana yang diatur secara terpisah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan masing-masing secara tersendiri.
* Pemilahan ranah kompetensi lulusan yang mencakup kualifikasi kemampuan sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
* Kurikulum akan diatur menurut jenjangnya, Tingkat Nasional, Tingkat Daerah, dan Tingkat Satuan Pendidikan.
Catatan untuk perubahan ini, terutama pada pemilahan ranah standar kompetensi lulusan, yang dilakukan berdasarkan Standar Isi. Dalam logika Dacum (Developing a Curriculum) yang saya anut, Standar Kompetensi justru yang harus menentukan isi atau materi apa yang harus disampaikan kepada siswa. Artinya, kita harus bisa mendaftarkan kompetensi apa saja yang harus dikuasai siswa kita di masa mendatang, baru kita bisa tentukan materi apa saja yang perlu kita pelajari. Ini penting untuk mengurangi peluang materi yang berlebihan.
Proses penentuan kompetensi ini tentu melibatkan para ahli pendidikan, agar kompetensi dasar yang sangat penting dan perlu diutamakan, dapat diprioritaskan, jangan sampai semua lalu dianggap penting, sehingga siswa lagi yang mendapat beban terlalu besar.
sumber: http://pendidikan-alternatif.blogspot.com/2011/04/selamat-datang-kurikulum-2015.html
Langganan:
Postingan (Atom)